Mengurangi dampak negatif plastik melalui pengelolaan sampah yang baik

Sampah, salah satu faktor utama penyebab terjadinya bencana di bumi ini. Banjir, tanah longsor, bahkan akhir-akhir ini salah satu korban harus rela kehilangan nyawanya karena tertimbun sampah yang menggunung adalah beberapa contoh dampak negatif yang ditimbulkan akibat pengelolaan sampah yang kurang baik. Jadi, bukan salah sampah kalau akhirnya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di bumi ini, tetapi sikap penghasil sampah tersebut yang tidak bisa mengelolanya dengan baik.
Untuk sampah yang bersifat alami seperti dedaunan dan sisa-sisa makanan tidak perlu dikuatirkan. Karena sampah jenis tersebut akan mengalami pembusukan dan terurai di dalam tanah dalam kurun waktu yang tidak lama. Sampah non alamiah lah yang perlu mendapat penanganan utama.
Tidak bisa dipungkiri, modernisasi telah mengubah pola hidup manusia dari yang alamiah menjadi kimiawi. Salah satu bahan kimia yang mendominasi dunia saat ini adalah plastik dan sebagian besar digunakan untuk pembungkus berupa botol minuman, bungkus makanan, wadah kosmetik, serta kantong plastik yang akhirnya akan dibuang juga menjadi sampah. Padahal, jika di dalam tanah, butuh waktu minimal 1000 tahun untuk menguraikan sampah plastik tersebut. Pembakaran sampah plastik juga memiliki efek yang buruk pada atmosfer yakni menipisnya lapisan ozon. Lalu, apa solusinya?
Salah satunya adalah dengan cara mengurangi penggunaannya. Beberapa negara di dunia telah berupaya untuk mengganti penggunaan kantong plastik dengan tas belanja yang terbuat dari kertas. Di Indonesia, kelompok yang berperan besar dalam pengurangan sampah plastik adalah pemulung. Dengan alasan pemenuhan ekonomi, secara tidak langsung mereka telah ikut andil dalam melestarikan bumi. Mereka yang dipandang sebelah mata saja bisa melakukan hal besar untuk bumi ini. Lalu bagaimana dengan kita?
Semua hal besar selalu berawal dari hal kecil. Dengan tindakan sederhana yang kita lakukan-misalnya dengan memilah-milah jenis sampah yang ada di rumah-bisa menjadi pemulihan kecil untuk bumi ini. Dengan menyiapkan tempat berdasarkan jenisnya, satu tempat sampah untuk sampah alamiah seperti sampah makanan dan tempat sampah yang lain untuk sampah jenis non alamiah seperti plastik. Sampah alamiah kemudian dibakar atau ditimbun di dalam tanah. Sedangkan untuk sampah jenis plastik bisa diloakkan. Sampah-sampah plastik tersebut akan dijual ke pengepul dan selanjutnya didaur ulang di pabrik pengolahan sampah plastik dan sejenisnya. Dengan begitu, kita akan mendapat keuntungan ganda, bumi kita selamat dan bonus dari hasil penjualan sampah plastik tersebut. Jangan malu untuk menjadi pemulung di rumah sendiri!!!
Selengkapnya...

Prioritas yang tidak jelas

...Sebagai manusia biasa, aku seperti jembatan rapuh yang hanya bisa dijadikan perantara satu dua orang saja untuk mencapai tujuannya..

Aku tidak tahu persis kapan hal ini mulai menginvasi pikiranku. Yang jelas, persepsi ini timbul 3 tahun terakhir. Saat semua rasa bercampur dalam proses menuju kedewasaanku. Saat aku menggabungkan pengalaman dengan doktrin-doktrin. Saat aku menemukan jati diriku yang sesungguhnya dan saat aku menyadari bahwa aku mempunyai banyak hak asasi sebagai manusia.
Hal ini sering membuatku ragu untuk menentukan pilihan. Aku mengatakan tentang C i n t a, dalam arti luas tentunya. Sebagian besar di dunia ini ada karena cinta. Aku pun hidup karena cinta, berkata karena cinta, bertindak karena cinta. Aku tidak perlu ragu akan tujuan hidupku. Setiap proses akan kujalani dengan berpegang pada cinta.
Namun, saat-saat seperti sekarang. Siapa yang lebih kuprioritaskan? Untuk siapa aku bertindak atas nama cinta ini?Tuhan selalu nomor satu, itu sudah pasti. Lalu selanjutnya, siapa yang layak? Aku sendiri, dia atau mereka? Sebagian orang pasti berpikir kalau keluargalah yang menjadi prioritas utama. Memang, keluarga adalah pohon cinta yang tumbuh alami tanpa didasari berbagai kepentingan. Namun bagiku, seperti sebuah kalimat, "anak hanya titipan", demikian juga "orang tua hanya perantara". Meskipun aku tahu benar seberapa besar cinta mereka kepada anak-anaknya.
Berdasarkan wacana-wacana iman yang kudalami, Tuhan menginginkan kita mencintai semua manusia tanpa kecuali. Belum pernah kutemukan ajaran yang menekankan keluarga sebagai prioritas.
Lalu, bolehkah untuk sejenak aku mengabaikan mereka untuk orang yang lebih membutuhkanku? Sejujurnya, meskipun aku mempunyai landasan yang kuat untuk kujadikan pedoman, aku masih tidak tahu ke mana harus melangkah.. Aku tidak ingin langkahku sampai di tempat yang tidak semestinya.. Karena aku pasti akan menyesal jika ada seseorang yang berderai air mata karena aku salah dalam menentukan pilihan. Selengkapnya...