Tradisi untuk berbagi

Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore hari, tetapi belum ada rasa iba dari tangan dan mulut saya untuk mengisikan sesuap nasi pada si perut yang dari tadi siang berteriak meminta sedekah seikhlasnya. Tidak seperti biasa, saya mendadak tidak peduli dengan rasa lapar ini. Saya terlalu berkonsentrasi dengan pekerjaan saya sekaligus sedikit menikmati kopi udara dengan teman-teman lama hingga tidak menyesal untuk menunda makan siang yang seharusnya sudah saya nikmati beberapa jam yang lalu.

"Nanggung, makan di rumah saja lah!", pikir saya saat itu.

Mengejutkan setibanya saya di rumah. Hanya ada sepiring nasi tanpa pendamping sepotong lauk pun. Belum sempat saya membuka mulut untuk meminta penjelasan dari kenyataan yang saya saksikan, nenek saya sudah menguraikannya dengan cukup jelas.

"Sabar aja, paling sebentar ada ater-ater dari tetangga."

Oiya, saya baru ingat kalau sebentar lagi saudara-saudara saya, kaum muslim menunaikan ibadah puasa. Dan menjadi tradisi, setiap menyambut hari suci ini, masyarakat di lingkungan tempat kami tinggal selalu membagikan rejeki berupa makanan yang pada umumnya memiliki komposisi berupa nasi, mi, sambal goreng, ayam (bisa diganti telur), dan tambahan kue apem (tidak wajib). Oleh orang Jawa, tradisi tersebut dikenal dengan 'punggahan'.

Dan persis dugaan nenek saya, satu persatu tetangga kami melakukan ater-ater tadi hanya berselang kurang lebih sepuluh menit-an. Ada delapan tetangga sekaligus delapan paket menu yang diberikan kepada kami. Kenikmatan yang memang sangat nikmat untuk disyukuri. Semakin bersyukur pula karena saya tinggal di tengah masyarakat pedesaan seperti ini dimana tradisi masih dipelihara dengan baik. Ya, jaman sekarang tradisi cenderung terlihat di desa. Mungkin karena virus-virus teknologi belum merambah terlalu luas seperti di kota sehingga setiap orang masih membutuhkan tangan orang lain untuk bekerjasama ketimbang tangan teknologi.

Dan semoga saja, mereka yang melakukan tradisi seperti ini tidak menganggap perbuatan baik seperti itu hanya sekedar tradisi. Semoga saja, makna di balik tradisi tersebut bisa berarti sangat dalam di hati mereka. Kesempatan untuk memberi dapat dimanfaatkan dengan baik dan dilakukan dengan tulus. Kesempatan untuk memberi tanpa takut menyinggung perasaan orang yang diberi. Kesempatan untuk memberi sekalipun dalam kekurangan. Kesempatan untuk menyisihkan sedikit rejeki untuk berbagi dengan orang lain. Dan kesempatan pula untuk saya menyadari bahwa menikmati dengan berbagi lebih indah daripada menikmati sendiri.


"Selamat menjalankan ibadah puasa"


Selengkapnya...

Unite for Indonesia


'Merdeka!'

Betapa dalam maknanya jika kata itu diteriakkan enam puluh empat tahun yang lalu. Seluruh rakyat bersatu membebaskan diri dari belenggu penjajah sampai rela berkorban nyawa sekalipun hanya berbekal alat perjuangan ala kadarnya. Selebihnya adalah semangat yang membara.

Kini, apakah kata itu masih semenggema seperti dahulu? Mungkin tidak terdengar sekeras dulu. Mungkin tidak juga diucapkan sesemangat dulu. Tetapi, kebahagiaannya akan sama jika kita melihat partisipasi banyak orang untuk memeriahkannya. Bapak-bapak, ibu-ibu, muda-mudi dan anak-anak sangat bersemangat dalam berbagai lomba yang hanya digelar satu tahun sekali khusus untuk perayaan Agustus-an.

Saya pun baru kali ini aktif dalam kegiatan Agustus-an. Rutinitas yang saya lakukan setiap tahun paling-paling hanya mengikuti upacara bendera, itu pun absen selama empat tahun. Akhirnya sadar juga untuk berubah menjadi warga negara yang baik. Setidaknya sedikit meringankan kerepotan panitia 17-an dengan membantu sedikit pula.

Dan sekarang saya berpikir lagi, kalau selama ini saya belum berbuat apapun untuk bangsa ini. Peristiwa hangat yang menjadi duka Indonesia mungkin juga salah kita. Teroris yang bercokol di negara kita mungkin juga timbul karena ketidakpedulian kita terhadap negara, atau paling tidak sesama warga negara.

Ya..semakin hari tingkat keegoisan semakin tinggi. Antar tetangga saja mungkin banyak yang tidak kenal bahkan bertegur sapa. Di tempat kerja, satu dengan yang lainnya saling menjatuhkan dalam merebutkan jabatan dan simpati dari atasan. Banyak orang masih mengunggul-unggulkan pula sifat kedaerahannya.

Kalau hal- hal seperti ini masih dipelihara, bukannya akan mempermudah bangsa lain untuk memecah-belah negeri ini. Mari kita coba untuk kompak dan bersatu, sekalipun dalam hal-hal kecil. Untuk kita, untuk Indonesia.

*gambar asli dipinjam dari sini Selengkapnya...

VIP room

Baru saya sadari kalau ruangan yang saya miliki ini ternyata sangat spesial. Padahal saya sendiri-yang memiliki ruangan ini-tidak tahu persisnya bagaimana ruangan ini bisa terbangun menjadi demikian.(Hhmm, bagaimana ya menggambarkannya?)

Ruangan ini tidak bersih. Masih banyak sampah berserakan di sana-sini. Meskipun sering sekali saya membersihkannya, tetap ada saja sampah-sampah dan debu-debu dari luar yang mengotorinya lagi. Atau mungkin saya sendiri yang lebih sering menyampah di situ.

Yang jelas, ruangan ini cukup luas untuk dihuni puluhan orang. Namun tidak sembarangan orang bisa masuk ke dalam ruangan ini. Ruangan ini hanya mempunyai satu pintu. Kunci ditangan saya. Tidak ada duplikat. So, hanya saya yang bisa mempersilakan orang lain masuk dan membolehkannya keluar. Tentunya keluar atas permintaan saya. Hhh..egoisnya saya?

Karena saya orang yang welcome, siapapun akan saya ijinkan untuk masuk ke dalam ruangan ini. Sekedar duduk di kursi yang telah saya sediakan dan berbincang-bincang dengan saya sembari melihat-lihat perabotan yang terpajang di sana juga boleh. Asal jangan sampai membuat ruangan saya menjadi semrawut. Saya pasti akan langsung membukakan pintu dan menyuruhnya keluar dengan paksa.

Susah payah saya menata ruangan ini. Yang pasti tidak sendirian. Banyak orang yang telah masuk ke sini, membantu mempercantik ruangan ini. Mulanya mereka hanya singgah. Perlahan, dengan komunikasi yang mendalam dengan saya mereka pun betah tinggal di sini. Padahal yang mereka lakukan hanya duduk di kursi masing-masing, berbisik pada saya agar saya tidak salah meletakkan perabotan. Kalau saya bandel, mereka cukup berteriak dan saya pun jadi lebih sadar untuk menentukan posisi yang pas dimana saya bisa meletakkan perabotan yang saya miliki.

Mereka adalah sahabat-sahabat saya yang baru singgah empat tahun lalu. Dalam waktu yang sesingkat itu, mereka sudah sangat berjasa membuat ruangan yang saya miliki ini menjadi lebih menarik. Karena itu saya siapkan kursi yang nyaman khusus untuk mereka. Yah, ruangan saya ini memiliki banyak kursi. Seperti menonton sebuah konser, setiap orang harus menunjukkan tiket untuk bisa duduk di kursi yang ingin ditempati. Namun sekali lagi saya-lah yang menentukan di kursi mana dia bisa duduk. Setinggi apapun penawarannya, kalau dia tidak bisa memuaskan saya, saya tidak akan memberinya kursi yang layak.

Tenang saja. Saya tidak sejahat itu. Saya akan usahakan agar setiap orang yang masuk bisa duduk di kursi yang nyaman. Hanya saja, jangan iri kalau hanya orang-orang tertentu yang saya perlakukan dengan sangat baik. Bukan karena mereka lebih dulu tinggal di situ, tetapi mereka bisa mengisi ruangan itu dengan pernak-pernik menawan yang sebelumnya tidak ada atau tinggal sedikit dalam ruangan itu.

Satu lagi, saya punya kursi spesial lo. Tapi hanya berdaya muat dua orang. Saya dan satu orang lagi. Yang membuat saya heran, kenapa dia sangat betah duduk di sana? Kenapa saya enggan untuk menyuruhnya berpindah kursi atau sekalian keluar saja dari sini? Padahal dia sudah sering mengotori ruangan saya ini. Meskipun toh pada akhirnya dia sendiri juga yang membersihkannya. Ah, saya sendiri pun tidak tahu jawabannya. Alasan yang bisa saya kemukakan hanya sebuah hasrat dari dalam ruangan ini yang cukup kuat untuk menahannya tetap tinggal. Dan itu sangat kuat.

Sekarang, saya harus lebih berhati-hati untuk menggunakan kunci yang saya pegang ini. Gawat sekali kalau saya mengundang orang baru (lagi). Apalagi kalau dia sangat teliti dengan ruangan yang saya miliki ini. Aura ruangan saya pasti akan penuh dengan kenangan-kenangan yang sulit dibersihkan. Seperti yang saya rasakan saat ini.

PS.
'ruangan yang saya maksud adalah hati saya. trims buat teman-teman atas support-nya selama ini, hingga saya bisa seperti sekarang. trims juga untuk yang menempati kursi spesial bersama saya. kalian semua akan tetap tinggal di hati saya'
'gambar asli dipinjam dari sini'
Selengkapnya...