Malang di kota Malang

Sekedar bercerita tentang kisah saya beberapa hari yang lalu. Berniat meng-goal-kan satu keinginan yang sudah lama diplanning. Tapi belum sampai setengah jalan, malah kesremawutan yang saya alami. Tak bisa saya bayangkan bagaimana hasil akhirnya, kalau dalam prosesnya saja sudah sedemikian amburadul.

Liburan yang sudah lama saya nanti-nantikan setelah hampir sebulan penuh saya relakan diri berada di antara tumpukan kertas dan rasa kantuk yang berat akibat side job yang lumayan menyita waktu, ternyata pada hari-H melenceng jauh dari bayangan.

Saya tidak menyadari kalau hari itu adalah weekend. Jalanan terlalu macet dan buruk untuk dinikmati keasriannya. Apalagi perjalanan ini saya tempuh dengan bis. Meskipun banyak pemandangan alam yang saya lewati, tetap saja masih menyisakan kepenatan yang cukup mengusik. Kondisi tubuh pun turut mendukung suasana yang saya rasakan kala itu. Mungkin porsi sarapan saya hari ini terlalu sedikit hingga energi yang dihasilkan tidak tersuplai dengan seimbang di tubuh saya.

Perjalanan pun terpaksa saya nikmati dengan tetap membiarkan sang sopir menginjakkan rem mendadak beberapa kali - hampir menubruk kendaraan kecil di depannya. Isi perut saya mungkin sempat juga tertukar posisi . Selang dua jam, barulah saya tiba di kota tujuan - Malang. Tidak sabar untuk melanjutkan rencana, saya pun melangkahkan kaki ke dalam angkutan kota yang tampaknya akan mendahului angkutan-angkutan lainnya karena sudah penuh penumpang. Mobil melaju dengan kecepatan sedang sesaat setelah mas sopir menarik kemudinya. Sementara saya sedang meneguk minuman untuk membangun kembali ketenangan akibat perjalanan yang kurang menyenangkan. Dan tak disangka, ketenangan yang hampir saya dapatkan terusik lagi karena angkutan yang saya tumpangi tiba-tiba berhenti di tengah jalan-mogok.

Si mas sopir dan mas kenek pun ngomel-ngomel khas kera ngalam sembari memperbaiki mesin dan menyaksikan satu per satu penumpangnya berganti mobil,termasuk saya. Dalam hati saya bertanya,"Inikah Malang sekarang?", seakan sudah bertahun-tahun tidak menginjakkan kaki di kota ini. Padahal baru sebulan yang lalu saya singgah. Mungkin karena empat tahun saya berada di sini belum pernah merasa sepanas dan semacet hari ini. Malang yang saya kenal adalah malang yang mempunyai sejuta pesona yang selalu menyisakan kerinduan yang mendalam bagi setiap orang yang bermukim ataupun sekedar singgah di sana. Dengan puluhan Universitas yang membuatnya menjadi daya tarik setiap pelajar dari berbagai daerah yang tersebar di pelosok nusantara untuk menimba ilmu di kota ini, menciptakan warna-warni budaya yang terasimilasi dengan kebudayaan setempat. Hal ini membuat setiap sudut kota Malang terasa menarik. Namun, kesan yang saya tangkap saat itu tidak demikian. Kota itu terasa asing dengan banyak orang yang asing pula bagi saya. Mungkin saya belum siap untuk menyaksikan satu demi satu teman-teman kuliah saya kembali ke tempat asal mereka untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama kuliah. Saya pun belum menyadari kalau senyuman dan tegur sapa mereka tidak akan sempat lagi saya saksikan di kota ini. Ah, sudahlah. Ada pertemuan, ada juga perpisahan. Ada kebersamaan, ada kesendirian. Itulah hukum alam. So, life must go on.

Dan tak terasa saya sudah sampai di tempat tujuan. Bertemu dengan seseorang (pria) yang saya rindukan, tiba-tiba segaris senyuman mulai menyembul dari bibir saya. Tapi itu tidak berlangsung lama setelah beberapa kali obrolan yang kami lakukan terasa begitu hambar. Saya menyadari keadaannya yang masih lemas karena sakit. Seharusnya saya bisa membangkitkan semangatnya dengan canda atau apapun yang bisa membuatnya sejenak tak merasa sakit sekalipun sedang sakit. Mengingat suasana hati saya yang juga sedang kacau, hal itu tidak saya lakukan.

Detik demi detik pun berganti dan suasana tak kunjung cair. Ditambah lagi kesalahan demi kesalahan yang saya lakukan. Aduh!Semakin tidak enak saja. Saya ceroboh lagi. Hal yang biasa saya lakukan dan dia tau itu. Biasanya dia bisa memaklumi hal ini. Untuk kali ini, dengan keadaannya yang seperti itu, saya bisa mengerti kalau dia merasa terganggu. Salut juga dengan sikapnya yang tak membiarkan amarahnya meluap terlalu lama. Mungkin karena dia tidak tega memandang ekspresi wajah saya yang tergambar jelas sedang menyimpan suatu kesedihan plus kebingungan plus kecemasan, pokoknya perasaan yang serba tidak enak. Dia pun berinisiatif untuk mengikutsertakan teman-temannya dalam aktifitas kami selanjutnya. Saya juga telah mengenal teman-temannya dengan cukup baik setelah dia mengenalkannya kepada saya sekalipun hanya say hi yang bisa terucap dari bibir saya. Akhirnya, suasana perlahan berubah menjadi nyaman dan saya berusaha menikmatinya. Namun, hal itu tidak mengurangi penyesalan di hati saya. Tibalah waktu saya pulang dengan membawa sebuah PR besar yaitu bagaimana menjaga sikap dalam suasana hati seburuk apapun.

*Coretan ini ditujukan untuk seseorang sebagai isyarat kata maaf yang tulus dari lubuk hati saya

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung! Silahkan dikomeni, Monggo!